BAB
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN
KEHILANGAN (LOSS)
Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa
terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari
keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada) Kehilangan dan
kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal dan
unik secara individu.
1.
Kehilangan
pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi melalui
proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat
lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami.
2.
Kehilangan
maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal
untuk pertama kalinya.
3.
Kehilangan situasional adalah kehilangan yang
terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti
kematian mendadak orang yang dicintai atau keduanya.Anak yang mulai belajar
berjalan kehilanga citra tubuh semasa bayinya,wanita yang mengalami menopause
kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang pria yang tidak bekerja
mungkin akan kehilangan harga dirinya.
4.
Kehilangan
karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang
mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung. Dukacita
adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang
dipersepsikan(Rando, 1991). Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu
kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita.
B. BENTUK-BENTUK
KEHILANGAN
1. Kehilangan orang
yang berarti
2. Kehilangan
kesejahteraan
3. Kehilangan milik
pribadi
C. SIFAT KEHILANGAN
1. Tiba – tiba (Tidak
dapat diramalkan)
Kehilangan secara
tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang
lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian
diri akan sulit diterima.
2. Berangsur – angsur (Dapat
Diramalkan)
Penyakit yang sangat
menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami
keletihan emosional (Rando:1984). Penelitian menunjukan bahwa yang ditinggalkan
oleh klien yang mengalami sakit selama 6 bulan atau kurang mempunyai kebutuhan
yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri
mereka lebih banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan marah dan bermusuhan.
Kemampuan untuk
meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi
sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima bantuan mempengaruh
apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan
mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut
bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan
dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social.
D. TIPE KEHILANGAN
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat
dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang mengalami
kehilangan.
2. Perceived Loss (
Psikologis )
Perasaan individual,
tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba atau dinyatakan secara
jelas.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan
terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu memperlihatkan perilaku kehilangan
dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada
keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.
Tipe dari kehilangan
dipengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak
menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan
kita.
Namun demikian, setiap
individunberespon terhadap kehilangan secara berbeda.kematian seorang anggota
keluargamungkin menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan
peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan
menyebaabkan disters emosional yang lebih besar dibanding saudaranya yang sudah
lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun. Kehilangan dapat bersifat
aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat dengan mudah
diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya pindah rumah.
Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan ,seperti
kehilangan kepercayaan diri atau prestise.
E. LIMA KATEGORI
KEHILANGAN
1. Kehilangan objek
eksternal.
Kehilangan benda
eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda tempat,
dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan
seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng
tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
2. Kehilangan
lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang
berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup
lingkungan yang telah dikenal Selma periode tertentu atau kepindahan secara
permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit. Kehilangan
melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui
situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia pindah kerumah perawatan,
atau situasi situasional, contohnya mengalami cidera atau penyakit dan
kehilangan rumah akibat bencana alam.
3. Kehilangan orang
terdekat
Orang terdekat
mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru, teman,
tetangga, dan rekan kerja.Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang
terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan
peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan
atau kematian.
4. Kehilangan aspek
diri
Kehilangan aspek dalam
diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis.Kehilangan
anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak , mata, rambut, gigi, atau payu
dara. Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo kehilangan control kandung kemih
atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis
termasuk kehilangan ingatan, harga diri, percaya diri atau cinta.
Kehilangan aspek diri
ini dapat terjadi akibat penyakit, cidera, atau perubahan perkembangan atau
situasi.Kehilangan seperti ini dapat menghilangkan sejatera individu.Orang
tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat
mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan
oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal.
Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam- hidup
kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala
klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis.
Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatanya ,yang sering
melibatkan serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau
fase terminal Klien yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya
lagi kemungkinan, tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan
keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah Seseorsng
dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari
orang lain, dan dukungan adekuat.
F. TAHAPAN PROSES
KEHILANGAN DAN BERDUKA
Proses kehilangan terdiri dari berbagai macam
proses, diantaranya:
1. Stressor internal
atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif –
kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu
beradaptasi dan merasa nyaman.
2. Stressor internal
atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif – tidak
berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak
diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal
atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif– tidak
berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu
–berperilaku konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan.
4. Stressor internal
atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif–tidak
berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu –
berperilaku destruktif – perasaan bersalah – ketidakberdayaan.
Inti dari kemampuan
seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna
(personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi
yang positif (konstruktif).
Fase kehilangan
menurut Engel:
1. Pada fase ini
individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk tidak
bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat berupa pingsan,
diare, keringat berlebih.
2.Pada fase kedua ini
individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan mungkin mengalami
keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah, frustasi dan depresi.
3. Fase realistis
kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan depresi, sudah
mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke berkembangnya keasadaran.
Sedangkan, menurut
Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan:
1. Denial (
Mengingkari )
Reaksi pertama
individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak
kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak
percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”. Bagi individu atau keluarga
yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi
tambahan.
Reaksi fisik yang
terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit
sampai beberapa tahun.
2. Anger ( Marah )
Sadar kenyataan
kehilangan Proyeksi pada org sekitar tertentu, diri sendiri dan obyek Fase ini
dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan.
Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada
orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya
sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak
pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang
sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah,
susah tidur, tangan mengepal.
3. Bergaining ( Tawar
Menawar )
Apabila individu telah
mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif, maka ia akan maju ke fase
tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan
dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering
berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya
sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.
4. Depression (
Bersedih yang mendalam)
Individu pada fase ini
sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara,
kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan
ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik
yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah tidur, letih, dorongan
libido menurun.
5. Acceptance
(menerima)
Fase ini berkaitan
dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada objek
atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu telah menerima
kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang lain yang
hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada objek yang
baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya
betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”,
atau “apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh”.
Apabila individu sudah
dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase penerimaan
maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangan
secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan
tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi maka akan
sulit baginya masuk pada fase penerimaan.
Reorganisasi rasa kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah dapat lepas pd obyek yg hilang beralih ke obyek baru “apa yang dapat saya lakukan”.
Reorganisasi rasa kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah dapat lepas pd obyek yg hilang beralih ke obyek baru “apa yang dapat saya lakukan”.
Fase berduka menurut
Rando:
1. Penghindaran
Pada fase ini terjadi
syok, menyangkal, dan ketidak percayaan
2. Konfrontasi
Pada fase ini terjadi
luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan kehilangan
mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3. Akomodasi
Pada fase ini klien
secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai memasuki kembali
secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar hidup dengan
kehidupan mereka.
Menurut Lambert and
Lambert ( 1985 ) 3 fase :
1. Repudiation (
Penolakan )
2. Recognition (
Pengenalan )
3. Reconciliation
(Pemulihan /reorganisasi )
G. FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI CARA SETIAP INDIVIDU MERESPON KEHILANGAN.
Ada beberapa factor
yang mempengaruhi setiap individu dalam merespon kehilangan. Karakteristik
personal termasuk usia, jenis kelamin, setatus social ekonomi, yang hilang,
karakteristik kehilangan, keyakinan cultural, dan spiritual, system pendukung,
dan potensi pencapaian tujuan mempengaruhi respon terhadap kehilangan.
1. Karakteristik Personal Usia.
Usia memainkan peran dalam pengenalan
dan reaksi individu yerhadap kehilanga. Respon anak beragam sesuai dengan usia,
pengalaman kehilangan sebelumnya, hubungan dengan yang meninggal, kepribadian,
persepsi tentang kehilangan, makna tertentu dari kehilangan yang mereka miliki
dan yang terpenting respon kelarga mereka terhadap kehilangan. Meskipun
anak-anak mungkin tidak memahami konsep kematian karena usia mereka, mereka
tetap mengembangkan persepsi tentang apa makna kehilangan bagi mereka.
Anak-anak mungkin merasa bersalah karena tetap hidup, tetap sehat, atau
mempunyai permintaan untuk kematian orang yang mereka cintai (Wheeler 7
pike,1993). Dewasa muda menghubungkan kehilangan signifikasinya terhadap
status, peran, dan gaya hidup. Kehilangan pekerjaan, perceraiandan kerusakan
fisik menyebabkan dukacita lebih mendalam dan mengan cam keberhasilan. Konsep
dewasa muda tentang kematian sebagian besar merupakan produk dari keyakinan
keagamaan dan cultural. Kematian seorang dewasa muda terutama sekali dipandang
sebagai hal yang tragis oleh masyarakatkarena kematian tersebut adalah
kehilangan kehidupan seseorang yang disadari sbg suatu potensi. Kehilangan
seseorang yang mempunyai hubungan dekat menyebabkan ancaman bermakna terhadap gaya
hidup. Setiap kehilangan pekerjaaan atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan
menyebabkan duka cita yang sangat besar bagi orag dewasa.
Lansia mengalami kepenumpukan kedukaan akibat dari banyak perubahan. Lansia sering takut tentang kejadoan sekitar kematian melebihi kematian itu sendiri. Mereka mungkin merasa kesepian, isolasi, kehilangan peran social, penyakit yang berkepanjangan dan kehilangan determinasi diri dan jati diri sebagai sesuatu yang lebih buruk dari kematian(Rando, 1986, Kastenbaum, 1991).
Peran jenis kelamin.
Reaksi kehilangn dipengaruhi oleh harapan social tentang peran pria dan wanita.
Dalam banyak budaya di Amerika Serikat dan Kanada,umunya lebiah sulit bagi pria
disbanding dengan wanita untuk mengespresikan dukacita secara terbuka. Pria dan
wanita melekatkan makna berbeda terhadap bagian tubuh, fungsi, hubungan
interpersonal, dan benda.
Pendidikan dan status
sosioekonomi. Kehilanhgan adalah universal, dialami oleh setiap orang apapun
status ekonominya.Umunyan, kekurangan sumber financial, pendidikan atau
keteramoilan pekerjaan memperbesar tuntutan kepada pihak yang mengalmi
dukacita.
2. Sifat hubungan
Pepatah mengatakan
bahwa kehilangan orang tua berarti kehilanga masa lalu, kehilangan pasangan
berati kehilangan masa kini dan kehilangan anak berarti kehilangan masa depan.
Litelatur mendukung keyakinan bahwa kehilangan akan menciptakan respon
kehilangn yang paling dalam (Saunders, 1992). Reaksi terhadap kehilangan di
pengaruhi oleh kualitas hubungan. Makna hubungan pada hubungan duka akan
mempengaruhi respon dukacita, apakah kehilangan tersebut akibat kematian,
perpisahan atu bercerai. Hubungan yang ditandai dengan ambivalen yang ekstrem
lebih sulit untuk diselesaikan dibandingkan hubungan yang normal.
Salah satu peristiwa
yang paling memyulitkan dalam hidup aslah kehilangan pasangan. Kehilangan
pasangan dapat menyebabkan pasangannya menjadi kurang terampil dalam menghadapi
tangung jawab keseluruhan. Kehilangna pasangan juga menimbulkan kesulitan bagi
pasangan yang ditinggalkan untuk membina hubungan baru atau untuk
mempertahankan hubungan yang sebelumnya sudah terbina atau dibentuk bersama.
3. Sistem pendukung
social
Vasibilitas kehilanga,
seperti kehilanga rumah akibat bencana alam, sering memunculkan dukungan dari
sumber yang tidak diperkirakan. Vasibilitas kehlangan, seperti deformitas
wajah, dapat menyebabkan kehilangan dukungan dari teman atau keluarga sehinga
menambah proses kehilangan tersebut. Seperti seorang anggota keluarga yang
dipenjara atau kematian pasangan gay-nya, sering mengalami kurang dukungan dari
teman atau keluarganya. Kurangnya dukungan biasanya menyebabkan kesulitan dalm
keberhasilan resolusi berduka (Rando, 1991).
Ketepata waktu dalam
pemberian dukungan sangat penting. Dukungan harus tersedia ketika klien yang
berduka melalui proses berkabung. Berbagai pengalaman dengan individu yang
pernah berkabung dan pendukung bermanfaat sebagai dukungan yang dibutuhkan.
Namun, bahkan ketika hal ini di berikan, umunya klien yang berduka belum dapat
memanfaatkan kesempatan tersebut.
4. Keyakinan spiritual
dan budaya
Nilai, sikap,
keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural yang mempengaruhi reaksi
terhadap kehilangan, dukacita, dan kematian. Latar belakang budaya dan dinamika
keluarga mempengaruhi pengekspresian berduka. Seseorang mungkin akan menemukan
dukungan, ketenangan dan makna dalam kehilangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritual. Bagi sebagian klien kehilangan menimbulkan pertanyaan tentang makna
hidup, nilai pribadi, dan keyakinan. Secara khas hal ini di tunjukan dengan
respon”mengapa saya?” Konflik internal mengenai keyakinan keagamaan dapat juga
terjadi.
H. DUKACITA,
BERKABUNG, DAN KEHILANGAN KARENA KEMATIAAN
Kehilangan karena
kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang mengikuti
kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung. Dukacita adalah
proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang
dipersepsikan(Rando, 1991). Dukacita merupakan respon individu atau reaksi
emosi dari kehilangan dan terjadi karena kehilangan seperti : kehilangan hak,
kehilangan hak hidup, menuju kematian. Berkabung adalah keadaan berduka yang
ditunjukkan selama individu melewati reaksi berduka, seperti mengabaikan
keadaan kesehatan secara ekstrim. Berkabung merupakan proses yang mengikuti
suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita.
Proses dukacita dan berkabung bersifat mendalam, internal, menyedihkan dan berkepanjangan.Tujuan duka cita adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan mengintekgrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup klien. Worden (1982), empat tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan , dan Harper (1987) merancang tugas dalam akronim”TEAR”.
1. T: Untuk menerima
realitas dari kehilangan
2. E; Mengalmi kepedihan
akibat kehilangan
3. A: Menyesuaikan
lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda atau aspek diri yang hilang
4. R: Memberdayakan
kembali energy emosional kedalam hubungan yang baru.
Tugas ini tidak
terjadi pada urutan yang khusus. Pada kenyataanya orang yang berduka mungkin
melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan atau hanya satu atau dua yang
menjadi preoritas.
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan, dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa dating. Dukacita adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik.
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan, dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa dating. Dukacita adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik.
Dukacita terselubung
terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak dapat dikenali, rasa
berkabung yang luas, atau didukung secara social. Dukacita mungkin terselubung
dalam situasi dimana hubungan antara berduka dan meninggalkan tidak didasarkan
pada ikatan keluarga yang dikenal. Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman
kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dorongan yang
adekuat. Dalam kasus lain kehilangan itu sendiri tidak didefinisikan secara
secara social sebagai sesuatu yang signifikan, seperti halnya kematian
perinatal, aborsi, atau adopsi.Kehilangan hewan peliharaan mungkin dipandang
sebagai sesuatu yang signifikan.
BAB
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kehilangan adalah
suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian
menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak
lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang-
orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan
yang sebelumya ada menjadi tidak ada). Dukacita adalah proses mengalami
psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando,
1991). Dukacita merupakan respon individu atau reaksi emosi dari kehilangan dan
terjadi karena kehilangan seperti : kehilangan hak, kehilangan hak hidup,
menuju kematian. Berkabung adalah keadaan berduka yang ditunjukkan selama
individu melewati reaksi berduka, seperti mengabaikan keadaan kesehatan secara ekstrim.
Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya
untuk melewati dukacita.
Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Nanun demikian, setiap individunberespon terhadap kehilangan secara berbeda. Kematian seorang anggota keluargamungkin menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang lebih besar dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun.
Kehilangan yang bersifat actual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya pindah rumah. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan ,seperti kehilangan kepercayaan. Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dukungan yang adekuat.
B.
SARAN
Dengan ditulisnya
makalah yang menjelaskan tentang Konsep Terminal And Grieving, diharapkan dapat menambah
wawasan bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Patricia A. Potter.
2005. Fundamental of Nursing: Concept, Proses, and Practice. Jakarta: EGC
Rando TA. 1986. Loss
and Anticipatory Grief. Lexington: Lexiton Mass
http://teguh subianto.
blog spot. com/2009/05 teori-kehilangan. Html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar